Pekalongan – Proses hukum atas kasus dugaan pemalsuan surat, penggelapan jabatan, dan laporan palsu yang menyeret Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Kabupaten Pekalongan, H Tohirin sebagai tersangka, terus berlanjut. Sebelumnya, atas dugaan kasus tersebut, H Tohirin juga telah ditetapkan menjadi tahanan kota sejak awal Februari 2014 oleh Kejaksaan Negeri Kajen.
Tohirin, bersama dua orang lainnya, yakni Wakil Sekretaris DPC Partai Gerindra Kabupaten Pekalongan Nurhayati serta Rohmat selaku operator komputer di kantor DPC Partai Gerindra setempat, menjadi terdakwa kasus tersebut, dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan, Senin (23/2) siang.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kajen, itu dimulai pukul 13.00 WIB, dan dihadiri ketiga terdakwa. Sidang digelar dua kali. Sidang pertama menghadirkan Tohirin sebagai terdakwa. Sidang berikutnya menghadirkan Nurhayati dan Rohmat sebagai terdakwa. Terdakwa didampingi oleh Kuasa Hukumnya, Arif NS.
Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Akhmad Rosidin tersebut, JPU dari Kejari Kajen mendakwa para terdakwa, dengan dakwaan pertama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, dakwaan kedua Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, dan dakwaan ketiga Pasal 220 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan, JPU menyatakan bahwa terdakwa H Tohirin pada bulan November 2013 bertempat di Bank BPD Jateng Cabang Kajen, telah melakukan pemalsuan surat. “Terdakwa H Tohirin telah menyalahgunakan kekuasaan atau memberikan kesempatan maupun sarana dengan melakukan perbuatan membuat surat palsu atau membuat surat yang isinya seolah-olah surat tersebut adalah benar,” ungkapnya.
Menurut JPU, perbuatan terdakwa itu diawali dengan menghubungi Nurhayati dan Rohmat untuk mengajukan surat laporan polisi sehubungan Kantor DPC Partai Gerindra Kabupaten Pekalongan pada 2 Agustus 2013 dibobol pencuri. Berkas-berkas di dalamnya diambil pencuri, termasuk buku rekening milik partai. “Dengan bukti laporan polisi tersebut, penerbitan buku rekening partai bisa dilakukan,” katanya.
Selain itu, terdakwa Tohirin juga didakwa melakukan penggelapan jabatan, karena mencairkan uang bantuan dari pemerintah untuk Partai Gerindra Kabupaten Pekalongan sebesar Rp 25.783.000 dari rekening milik partai. Sedangkan semestinya pencairan dana tersebut harus ada tanda tangan dari Slamet Rahmanto selaku Sekretaris.
Dana tersebut bisa cair lantaran pada form penarikan uang ada scan tanda tangan Slamet Rahmant. Scan tanda tangan tersebut mirip yang aslinya sehingga uang bisa dicairkan dari bank. “Uang Rp 25.783.000 oleh terdakwa Tohirin diambil Rp 5 juta. Uang Rp 20.783.000 diserahkan pada Nurhayati,” kata Jaksa.
Selanjutnya, pada kisaran bulan Mei 2014, Slamet Rahmanto bersama sejumlah saksi melakukan pengecekan di bank, dan mendapat data bahwa pada November 2013 telah ada transaksi keuangan. “Yaitu ada uang masuk ke rekening partai Gerindra Kabupaten Pekalongan sebesar Rp 25.783.000. Kemudian pada hari yang sama telah ditarik oleh terdakwa H Tohirin dengan bukti ada penarikan uang dengan tanda tangan Slamet Rahmanto. Sedangkan Slamet Rahmanto menyatakan tidak pernah melakukan tanda tangan,” katanya.
Ditambahkan Jaksa, penarikan uang tersebut tidak dilakukan pertanggungjawaban kepada anggota, tanpa diketahui sekretaris dan tanpa ada musyawarah dengan anggota.
Atas dakwaan dari Jaksa tersebut, terdakwa Tohirin melalui kuasa hukumnya, Arif NS, mengajukan keberatan atau eksepsi. Oleh Majelis Hakim, sidang dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa akan dilaksanakan pekan depan.
Usai persidangan, H Tohirin menyatakan kepada sejumlah awak media bahwa dirinya tidak membuat laporan palsu. “Bahwa laporan kehilangan yang dibuat adalah benar, jadi bukan laporan palsu, karena memang kehilangan,” ujarnya.
Dirinya juga merasa tidak memalsukan tanda tangan Slamet Rahmanto. Menurutnya, sudah menjadi kelaziman di DPC Partai Gerindra Kabupaten Pekalongan melakukan scan. “Dan saya tidak menginstruksikan untuk memalsukan. Saya hanya menginstruksikan minta dicarikan tanda tangan saudara Rahmanto yang tertera di tabungan,” katanya.
Dia menambahkan, uang yang dicairkan tersebut untuk keperluan partai. “Karena membiayai Partai Gerindra dalam satu tahun lebih dari Rp 100 juta. Kalau hanya mendapatkan bantuan Rp 25.783.000 dianggap penyelewengan, itu sangat menyakitkan. Selama ini untuk memenuhi keperluan partai klontengan. Siapapun yang mau menalangi, nalangi,” imbuhnya.
Tohirin menyatakan bahwa pihaknya akan mengikuti proses hukum yang berlangsung di Pengadilan. “Saya insya Allah akan menjadi contoh taat hukum bagi masyarakat.
Sumber radarpekalonganonline.com